Film adalah media visual kaya akan eksploitasi imajinasi yang memungkinkan pemirsanya mengalami situasi dalam naratifnya dengan cara yang sangat mendalam dan personal.
Banyak film menampilkan setting waktu tertentu bersama dengan narasi yang khas.
Pertunjukan terbaik karakter dan lokasi dalam film membantu penonton merasakan era ketika para karakter tersebut hidup.
Sebagai negara dengan latar belakang historis, Indonesia menghadapi era tersendiri yang masih teringat jelas oleh banyak warga negaranya, yakni periode Orde Baru.
Seiring berjalannya waktu dan kemajuan generasi, kisah-kisah dari era tersebut tetap terjaga sampai sejumlah film diciptakan yang mengambil setting pada masa Orde Baru.
Berikut adalah sejumlah film yang dapat kamu tonton jika ingin mengetahui gambaran masa Orde Baru, bagi kalian yang merasa penasaran dengan era tersebut:
1. Aum

"Aum!" merupakan sebuah film drama petualangan dari Indonesia yang dirilis pada tahun 2021. Film ini dikarahkan oleh Bambang "Ipoenk" Kuntara Mukti.
Film ini berlatar periode sejarah Peristiwa Reformasi tahun 1998 serta diperankan oleh Jefri Nichol, Chicco Jerikho, Aksara Dena, dan Agnes Natasya Tjie.
Movie ini bercerita mengenai duaaktivis, yaitu Satriya dan Adam, yang bekerja sama dengan paraaktivis lain guna mendukung perjuangan rakyat yang terabaikan serta ditekanoleh pemerintahan dalam masa menuju Reformasi tahun 1998.
Kisah sastra ini disajikan dalam latar periode Reformasi tahun 1998, memaparkan riwayat serta situasi politik yang sedang berlangsung di Indonesia.
Proses pengambilan gambar berlangsung di Yogyakarta saat pandeminya COVID-19 sementara itu juga mematuhi pedoman keamanan terkait COVID-19 dari daerah tersebut.
Gambaran tentang Satriya dan Surya Jatitama karya Nichol mengambil inspirasi dari Budiman Sudjatmiko, yang merupakan seorangaktivis Reformasi.
Film "Aum!" diumumkan untuk pertama kalinya ketika aplikasi mobile dari layanan Video On Demand Bioskop Online diluncurkan. Film ini diposisikan sebagai produksi orisinil dan diperkenalkan pada 1 April 2021. Rilisan resminya terjadi pada 30 September 2021, dan kemudian tersedia bagi penonton melalui platform streaming Netflix mulai 11 Mei 2023.
Tanggal perilisan film tersebut, ia bersama dengan tagar "#MengAumHariIni" populer di platform Twitter dan juga menerima sejumlah nominasi pada gelaran Piala Maya tahun 2022.
2. Istirahatlah Kata-Kata

Film "Istirahatlah Kata-Kata" merupakan sebuah karya sinematik bergenre drama biografi dari Indonesia yang dirilis pada tahun 2016 dan dikendalikan sang sutradara Yosep Anggi Noen.
Movie ini menceritakan perjalanan lari penyair sertaaktivis Wiji Thukul yang hilang tanpa jejak di tahun 1998.
Movie ini mengisahkan tentang periode kaburnya Wiji Thukul usai kejadian pemberontakan 27 Juli 1996.
Wiji Thukul dikategorikan sebagai orang yang dicari dan harus menyingkirkan diri dari pengejaran kepolisian.
Film ini menceritakan tentang kehidupan Wiji Thukul saat dalam persembunyian dan pengaruhnya pada keluarganya, khususnya istrinya yang bernama Sipon.
Film ini sukses dalam menceritakan kisah yang menarik dan telah meraih berbagai penghargaan, salah satunya adalah Pengarah Film Terbaik di ajang Usmar Ismail Awards tahun 2017.
Movie ini mengeksplorasi topik seputar ekspresi bebas, pertempuran melawan ketidakefektifan sistem, serta pengaruh politik terhadap hidup individu. Film tersebut juga mencerminkan rasa takut dan kesendirian yang dijalani oleh paraaktivis beserta famili mereka saat era Orde Baru.
Film ini menggambarkan Wiji Thukul bukan saja sebagai seorang pahlawam, tapi juga sebagai seseorang biasa yang memiliki rasa takut serta kelemahan.
Istri Wiji Thukul yang perlu menangani kehidupan berat tanpa sang suami pun tampil dalam film tersebut.
3. Sang Penari

Film "Sang Penari" merupakan sebuah produksi dramatis Indonesia pada tahun 2011 yang dipersembahkan oleh sutradara Ifa Isfansyah. Karyanya ini didasarkan pada tiga buah naskah novel berjudul "Ronggeng Dukuh Paruk" karangan penulis terkenal Ahmad Tohari.
Movie ini bercerita tentang kisah cinta yang pahit antara Rasus, seorang remaja dari pedesaan, dengan Srintil, seorang penari ronggeng muda yang baru saja bergabung di desanya, yaitu Dukuh Paruk.
Setting kisah ini terjadi di Indonesia pada dekade 1960-an yang ditandai oleh ketidakstabilan politik.
Film ini pun mencerminkan situasi kehidupan penduduk pedesaan yang dilanda kemiskinan, kelaparan, serta ketidaktahuan.
Film "Sang Penari" mendapat berbagai penghargaan pada Festival Film Indonesia tahun 2011, antara lain sebagai Film Terbaik, Sutradara Terbaik, Aktris Utama Terbaik (Priska Nasution), serta Aktris Pembantu Terbaik (Dewi Irawan).
Movie ini mengeksplorasi topik percintaan, kebiasaan budaya, dan ketegangan politik di zamannya. Selain itu, film tersebut juga membahas tentang tata cara adat serta kondisi politik saat itu.
Movie ini menghadirkan kebudayaan ronggeng yang menjadi elemen signifikan dalam warisan Jawa serta menggunakan Bahasa Banyumasan, yaitu dialek lokal di setting tempat terjadinya cerita film tersebut.
4. Gie

"Gie" merupakan sebuah film biografi asal Indonesia yang dipublikasikan pada tahun dua ribu lima.
Film ini disutradarai oleh Riri Riza dan berdasarkan jurnal pribadi Soe Hok Gie, seorangaktivis pelajar serta penulis ternama di Indonesia masa tahun 1960-an.
Film "Gie" adalah adaptasi dari buku "Catatan Seorang Demonstran" karangan Soe Hok Gie.
Movie ini menceritakan kehidupan Soe Hok Gie, seorang pelajar dari Universitas Indonesia yang memiliki pemikiran tajam serta prinsip tinggi.
Cerita ini menunjukkan pertarungan Gie terhadap ketidakadilan serta kecurangan selama era Orde Lama dan Orde Baru.
Film ini pun menggambarkan kehidupan personal Gie, meliputi persahabatannya, perasaannya terhadap cinta, serta ketertarikannya pada lingkungan sekitarnya.
Film "Gie" mendapat berbagai macam penghargaan di Festival Film Indonesia tahun 2005, antara lain Penghargaan untuk Film Terbaik, Sutradara Terbaik, serta Aktor Terbaik yang diraih oleh Nicholas Saputra.
Movie ini mengeksplorasi topik seputar idealisma, kesetaraan, penyuatan suap, dan pertempuran para pelajar sambil melukiskan kondisi politik dan sosial di zamannya.
5. Surat Dari Praha

Film "Surat Dari Praha" merupakan sebuah karya sinematik bertema drama dan percintaan dari Indonesia yang dirilis pada 2016 ini dikendalikan arahnya oleh sutradara berbakat bernama Angga Dwimas Sasongko.
Film ini mengambil inspirasi dari cerita sebenarnya tentang mantan pengungsi Indonesia yang tak dapat pulang ke negeri mereka pasca Peristiwa 30 September 1965.
Film ini bercerita tentang Larasati (dimainkan oleh Julie Estelle), gadis muda yang harus menuruti kemauan ibunya, Sulastri (digambarkannya oleh Widyawati), dengan membawa sebuah kotak serta surat ke tangan Jaya (perannya ditempati Tio Pakusadewo) di Praha.
Jaya merupakan calon suami sebelumnya dari ibu yang tidak berhasil pulang ke Indonesia karena kondisi politik saat itu.
Pergiannya Larasati ke Praha membimbingnya untuk mengetahui sejarah asmara antara sang ibu dengan Jaya, sambil mencari tahu misteri yang telah terkubur bertahun-tahun lamanya.
Movie ini mengeksplorasi topik-topik seputar kasih sayang, kesedihan akibat kepergian, pengabdian diri, serta implikasi dari urusan politik pada hidup individu. Selain itu, film tersebut juga mencerminkan rasa kangen kepada tanah kelahiran dan pertempuran yang dilalui oleh para penyingkirlan Indonesia di luar negerinya.
"Surat Dari Praha" pernah lolos ke tahap akhir nominasi Oscar Academy Awards ke-89 dalam kategori Film Berbahasa Asing Terbaik yang mewakili Indonesia. (MG Ni Komang Putri Sawitri Ratna Duhita)